TEGAHAN MIRAS ILEGAL KERJASAMA OPERASI BEA CUKAI, ITJEN KEMENKEU DAN BIN

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bekerjasama dengan Badan Intelijen Indonesia (BIN) saat ini telah memprioritaskan kerja sama operasional dalam hal penanganan beberapa permasalahan, antara lain peredaran barang kena cukai (BKC) ilegal, pencetakan, peredaran dan pemakaian pita cukai palsu dan importasi ilegal khususnya di wilayah Pantai Timur Sumatera.

Sejak ditandatangani MoU tentang pengamanan penerimaan perpajakan pada 26 November 2015 antara Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dengan Kepala BIN Sutiyoso, kerjasama operasional tersebut telah membuahkan hasil, salah satunya berupa penindakan importasi miras ilegal dengan telah diamankannya  satu kontainer berisi 1.115 karton miras dari berbagai jenis dan merk. Dan sampai dengan 26 Januari 2016 telah melakukan 57 kali penindakan atas miras ilegal.

  

Penindakan atas 1.115 karton miras ilegal ini merupakan hasil analisa intelijen dan pendalaman informasi yang diperoleh BIN, Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Tanjung Priok bekerjasama  dengan Kantor Bea Cukai Bogor.

“Bea cukai mengatasi tantangan kebocoran penerimaan akibat penyelundupan dengan melakukan intensifikasi pengawasan,” ujar Menteri Keuangan Bambang P. Soemantri Brodjonegoro saat jumpa pers di Kantor Pusat Bea Cukai, petang kemarin, 27 Januari 2016.

  

Bambang menyatakan, kerjasama operasional yang dilakukan Bea Cukai dan BIN telah menunjukkan hasil berupa penindakan importasi miras ilegal. Dan perlu diketahui dari waktu ke waktu terdapat kecenderungan terjadi peningkatan penyelundupan miras. Untuk tahun 2015 kemarin Bea Cukai berhasil menindak 968 kasus miras ilegal dan sampai dengan 26 Januari 2016 berhasil melakukan penindakan sebanyak 57 kasus.

Pengungkapan kasus itu bermula  ketika PT. AAB selaku importir menyampaikan pemberitahuan impor barang sebagai material for garment atas satu container nomor FCIU4504709 yang diangkut kapal YM INITIATIVE Voyage 128S yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok pada 21 April 2015. Dari hasil analisa intelijen dan informasi yang diperoleh dari BIN terdapat kejanggalan atas pemberitahuan impor barang tersebut. Setelah dilakukan hico scan, kedapatanmiras. Karena dokumen pemberitahuan pabean yang tidak sesuai, PT. AAB si pemilik barang dalam kontainer tersebut berkilah dan mengaku bahwa pihaknya tidak pernah melakukan pemesanan barang impor tersebut. PT. MLI yang mengaku sebagai kuasa pemilik barang mengajukan permohonan re-ekspor, namun ditolak Bea Cukai karena tidak sesuai petunjuk pelaksanaan tatalaksana kepabeanan di Bidang Impor, karena  yang berhak mengajukan re-ekspor adalah importir.

Kini barang importasi tersebut akan ditetapkan menjadi barang negara dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp. 1,2 miliar. Sedangkan kerugian material sebesar Rp. 8,2 miliar dengan asumsi tarif bea masuk 90% dari nilai pabean dan tariff cukai sebesar Rp. 130.000 per liter. Sedangkan kerugian nonmaterial atas miras tersebut dapat merusak kesehatan dan mental konsumen, menimbulkan gangguan dan keresahan di lingkungan sosial masyarakat, meningkatkan angka kriminalitas, serta merusak masa depan generasi muda apabila dikonsumsi.

Bambang menambahkan bahwa dari maraknya penyelundupan yang terjadi dan analisa bersama dalam kerja sama operasional antara Bea Cukai, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Keuangan dengan BIN sepakat berpandangan bahwa disamping penindakan yang bersifat operasional, juga perlu dilakukan peninjauan kembali kebijakan importasi miras yang berlaku saat ini, misalnya terkait kebijakan fiskal dan pembatasan kuota impor miras.