Partisipasi Bea Cukai Jogja Dalam Meningkatkan Kapasitas PPNS
Rabu (07/08), Bea Cukai Yogyakarta melaksanakan penyuluhan dengan pembahasan tentang Kewenangan Penyidikan Pelanggaran Kepabeanan yang diselenggarakan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Kegiatan ini dilaksanakan di Joglo Sadewa Puri Mataram, dengan pesertanya 20 orang anggota Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kabupaten Sleman.
Penyuluhan ini melibatkan empat narasumber dari berbagai instansi yang terkait seperti KPPBC Tipe Madya Pabean B Yogyakarta, Polres Sleman, Kanwil Kemenkumham DIY, dan Kodim 0732 Sleman. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengoptimalisasikan kapasitas PPNS dalam penegakan peraturan daerah dikarenakan jumlah PPNS yang sangat terbatas yang disebabkan oleh mutasi atau perpindahan ke beberapa daerah.
Materi yang pertama disajikan oleh narasumber pertama dari Polres Sleman, diwakili oleh Kanit 2 Satreskrim, Irfan Andi. Beliau memaparkan bahwa dalam Pasal 6 KUHAP tertulis penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan, pejabat suatu lembaga yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan. Beliau juga menekankan bahwa PPNS yang berada di daerah Sleman, hendaknya lebih berkoordinasi lagi dalam hal pekerjaan dikarenakan hal ini sangat penting dan sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman antar kedua belah pihak yang dapat menimbulkan perpecahan.
Selanjutnya materi yang kedua dipaparkan oleh narasumber dari Kanwil Kemenkumham DIY, Budi Hartono. Beliau menyampaikan bahwa sebelum PPNS melakukan penyidikan terlebih dahulu PPNS harus memenuhi persyaratan menjadi PPNS dan telah dilantik serta telah mengucapkan janji sumpah jabatan. Meskipun begitu, PPNS tidak mempunyai kewenangan untuk menangkap kecuali PPNS imigrasi dan PPNS Bea dan Cukai. Beliau juga menambahkan bahwa dalam tatanan jabatan, PPNS masih belum bisa dikatakan sebagai salah satu jabatan struktural namun status PPNS tersebut masih tetap melekat dimanapun PPNS yang bersangkutan terkena mutasi. Hal itu harus dilakukan pelaporan dan pengusulan ke Direktorat AHU agar diajukan skep penyesuaian dengan menjadi PPNS dengan wilayah kerja yang baru.
Sedangkan pihak KPPBC Tipe Madya Pabean B Yogyakarta mengutus Destinhuru Hend Dhito, Kepala Subseksi Penindakan dan Sarana Operasi untuk memaparkan materi selanjutnya. Sebelum menginjak pada materi, Destinhuru Hend Dhito terlebih dahulu memaparkan tentang pengawasan cukai yang dilakukan oleh Bea dan Cukai. Dalam pemaparannya, Beliau menyampaikan jenis-jenis pelanggaran pita cukai yang sering ditemukan di lapangan seperti pita cukai polos, bekas, palsu, salah personalisasi (pelekatan pita cukai yang bukan haknya), dan salah peruntukkannya (tidak sesuai jenis dan/atau jumlahnya). Dan juga menambahkan tentang skema pengawasan hasil tembakau yang dilakukan Satpol PP bersama Bea Cukai yang dimana Pemprov DIY, Pemkab/Pemkot melakukan pengumpulan data tentang hasil tembakau serta monev (monitoring dan evaluasi) hasil operasi mandiri / gabungan. Setelah pengumpulan tersebut, pihak Pemprov DIY, Pemkab/Pemkot menyampaikan informasi ke KPPBC Tipe Madya Pabean B Yogyakarta untuk dilakukan tindakan yang lebih lanjut.
Terkait dengan penyidikan, PPNS di bidang kepabeananan mempunyai kewenangan tersendiri seperti menerima laporan adanya tindak pidana kepabeanan, memanggil Tersangka dan/ atau Saksi, penangkapan dan penahanan, memotret dan/atau merekam melalui media audio visual apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana di bidang kepabeanan.
Untuk materi terakhir disampaikan oleh Letnan Satu Siswanto dari pihak Kodim 0732 Sleman. Materi yang disampaikan ini berkaitan tentang radikalisme yang mulai merambah Kabupaten Sleman. Beliau mengatakan bahwa indikator radikalisme yaitu suatu kelompok mempunyai keinginan mengubah tatanan ideologi dan bersikap intoleran. Hal ini disebabkan oleh pemahaman terhadap agama yang sedikit menyimpang, sikap fanatik, tekanan sosial, dan dapat disebabkan oleh sikap ketidakpuasan dengan kebijakan pemerintah. Tetapi, hal ini dapat ditanggulangi dengan cara menumbuhkan karakter keagamaan supaya menghindari sikap intoleran serta mengurangi kesenjangan social ekonomi dan status sosial. Beliau juga mengatakan bahwa semua orang mempunyai tanggung jawab untuk menanggulangi paham radikalisme.