Optimalisasi Penagihan Utang Kepabeanan dan Cukai melalui PMK Nomor 115 Tahun 2024
Jakarta, 23-01-2025 – Menyempurnakan tata kelola penagihan utang kepabeanan dan cukai, memperluas cakupan objek penagihan, serta menyederhanakan prosedur birokrasi seperti pemblokiran dan penyitaan harta, pemerintah terbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115 Tahun 2024 tentang Penagihan Utang Kepabeanan dan Cukai. Diundangkan pada 31 Desember 2024, peraturan ini akan mulai berlaku pada 30 Januari 2025 nanti.
Menurut Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo, penyusunan PMK 115 Tahun 2024 didasari oleh kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan penagihan utang kepabeanan dan cukai. Kebijakan ini selaras dengan Undang-Undang Kepabeanan, Undang-Undang Cukai, dan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UUPPSP), serta diselaraskan dengan peraturan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait penagihan pajak.
“Aturan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum sekaligus mempermudah proses penagihan, sehingga mampu mendukung optimalisasi penerimaan negara,” sambungnya.
PMK Nomor 115 Tahun 2024 memuat sejumlah pengaturan yang mencakup tiga aspek utama, yaitu prinsip penagihan, pelaksanaan penagihan, dan ketentuan pendukung. Penjelasannya, terkait prinsip penagihan, PMK ini memuat perluasan cakupan objek penagihan, pengaturan tugas dan wewenang juru sita, serta pembagian subjek utang. Kemudian terkait pelaksanaan penagihan, PMK ini mengatur perubahan jangka waktu penerbitan surat teguran, perluasan wilayah penagihan oleh Kantor Pelayanan Utama (KPU) dan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), serta pelimpahan wewenang kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Sedangkan terkait ketentuan pendukung, mencakup permintaan pemblokiran layanan publik tertentu, pengelolaan penagihan secara elektronik melalui sistem CEISA 4.0, dan penetapan masa kedaluwarsa terhadap kewajiban membayar.
Budi menjelaskan, dengan terbitnya PMK pemerintah berupaya menciptakan efisiensi prosedur dengan pengelolaan penagihan secara elektronik melalui CEISA 4.0. Selain itu, PMK ini juga memungkinkan pengawasan dan monitoring yang lebih terintegrasi melalui pemberian kewenangan tambahan kepada Kepala Kanwil Bea Cukai untuk menunjuk juru sita dan memantau pelaksanaan penagihan di masing-masing daerah.
Bea Cukai memainkan peran strategis dalam mendukung penerbitan dan implementasi PMK Nomor 115 Tahun 2024. Sesuai perannya, Bea Cukai dapat memastikan regulasi ini mampu mendukung dunia usaha dengan memberikan kepastian hukum dan efisiensi proses penagihan, menjaga kelancaran arus perdagangan, melindungi masyarakat dari potensi penyalahgunaan atau manipulasi terkait penagihan utang, dan menjalankan peran vital dalam mengoptimalkan penerimaan negara melalui mekanisme penagihan yang lebih efektif, efisien, dan transparan.
“Dengan implementasi PMK ini, diharapkan dapat tercipta keseimbangan antara kepentingan negara, pelaku usaha, dan masyarakat,” ujar Budi.
Ia juga mengimbau seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat untuk mendukung implementasi PMK 115/2024. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan tata kelola penagihan yang lebih terstruktur dan berdampak langsung pada peningkatan pelayanan publik serta pembangunan nasional.
“Kami berharap dukungan penuh dari semua pihak untuk menyukseskan implementasi PMK Nomor 115 Tahun 2024, demi menciptakan tata kelola penagihan yang transparan, akuntabel, dan efisien.”