Legalitas Thrifting Dalam Kacamata Bea Cukai
Seiring perkembangan zaman, industri fashion di Indonesia terus mengalami perubahan. Pengaruh budaya luar pun ikut berperan besar terhadap perubahan ini apalagi disokong dengan industri fast-fashion dan online shop yang sangat mudah diakses oleh semua kalangan dalam berbagai usia. Ditambah dengan tren Outfit Of The Day yang disingkat dengan #OOTD yang marak digaungkan oleh para kawula muda. Karena tren #OOTD inilah, muncul istilah thrifting, salah satu jalan tikus para penggiat low-budgetfashion yang tidak ingin ketinggalan mode fashion terkini.
Lalu, apakah thrifting itu? Thrifting merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kegiatan berbelanja barang-barang bekas yang masih memiliki kualitas bagus, baik pakaian, sepatu, tas, dan lain sebagainya. Ironisnya, sebagian besar barang-barang ini adalah limbah pakaian yang diimpor dari luar negeri atau disebut dengan ballpress, makanya barang-barang ini dijual dengan harga sangat murah dan menjamur di Indonesia.
Secara legalitas, kegiatan impor barang bekas ini nyatanya dilarang oleh pemerintah, hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor: 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, dalam Pasal 2 disebutkan, “Pakaian Bekas dilarang untuk diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”, serta Pasal 3 dengan bunyi, “Pakaian Bekas yang tiba di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada atau setelah tanggal Peraturan Menteri ini berlaku wajib dimusnahkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”. Peraturan tersebut disempurnakan dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor dengan memasukkan pakaian bekas dalam Pos Tarif/HS no. 63.05 sebagai Barang Dilarang Impor. Berdasarkan ketentuan di atas, pemerintah melarang impor pakaian bekas dengan alasan melindungi kepentingan umum, keamanan, keselamatan, Kesehatan, dan lingkungan. Ketika pakaian bekas masuk ke Wilayah Indonesia, harganya pasti sangat murah yang mengakibatkan produk-produk dalam negeri kalah bersaing dan bahkan mematikan industri garmen dengan dampak mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian negara. Peraturan ini juga diaminkan oleh Bea Cukai selaku instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi Community Protector, yaitu melindungi masyarakat dari peredaran barang-barang ilegal dan berbahaya melalui kegiatan pengawasan dan pemberantasan barang ilegal. Karenanya, Bea Cukai tidak henti-hentinya melakukan pengawasan dan penindakan atas penyelundupan ballpress di Indonesia. Walaupun dalam kenyataannya, thrifting pakaian bekas impor ini justru semakin marak di Indonesia. Mengutip ucapan Direktur Komunikasi & Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto dalam CNBC Indonesia, “Dari perdagangan, akan ada supply apabila ada permintaan. Indonesia adalah pasar potensial untuk perdagangan ballpress yang menyebabkan sampai sekarang penyelundupannya masih terjadi. Selain itu, ada juga faktor geografis Indonesia. Indonesia memiliki panjang pantai nomor 2 di dunia. Karena itu, banyak pelabuhan tidak resmi di sepanjang sungai yang menjadi titik rawan penyelundupan ballpress ini.” Di bagian utara Sulawesi, pakaian bekas impor ini disebut dengan cabo. Penyebaran cabo di Sulawesi Utara juga masih menjadi PR besar Kanwil Bea Cukai Sulbagtara, apalagi melihat kondisi geografis Sulawesi Utara yang berbatasan dengan Filipina. Penyelundupan ini dilancarkan melalui laut menggunakan kapal penangkap ikan yang didukung dengan keberadaan pulau-pulau di Kepulauan Sangihe sebagai tempat persinggahan mereka. Sudah banyak kasus tangkapan ballpress yang dilakukan oleh Kanwil Bea Cukai Sulbagtara, salah satunya adalah penindakan satu kontainer ballpress di Mapanget, Kota Manado pada akhir 2021. Sebanyak 112 (seratus dua belas) bale pakaian bekas (ballpress) diamankan oleh petugas Bea Cukai dengan perkiraan nilai barang Rp560 juta dan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan diperkirakan Rp560 juta. Tidak hanya di darat, penyelundupan ballpress juga ditemukan di wilayah perairan Laut Sulawesi. Tim Patroli Laut BC 60002 Kanwil Bea Cukai berhasil menangkap kapal KLM. Fungka Permai yang membawa pakaian bekas sebanyak 290 (dua ratus sembilan puluh) bale.
Penyelundupan ballpress tidak akan berhenti selama masyarakat masih tergiur dengan pakaian bekas harga murah tanpa mempertimbangkan efek kesehatan dan kerugiannya terhadap industri dalam negeri. Maka dari itu, salah satu hal mendasar yang harus diperbaiki adalah kesadaran masyarakat atas efek negatif ballpress. Dari pada thrifting yang sudah jelas ilegal, lebih baik membeli produk fashion industri dalam negeri yang lebih murah, berkualitas bagus, dan tentu saja jelas legalitasnya di Indonesia.