BUNG HATTA ANTI-CORRUPTION AWARD, PENGAKUAN ATAS BEA CUKAI YANG SEMAKIN BAIK

Pada hari Kamis, 14 Desember 2017 di Financial Hall, Graha CIMB Niaga Jakarta, Perkumpulan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA) menyelenggarakan Malam Anugerah BHACA 2017. Sejak tahun 2003, Perkumpulan BHACA secara konsisten memberikan penghargaan kepada pribadi-pribadi yang terus berusaha menumbuh-kembangkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bertanggung jawab, serta menjadi inspirator bagi terbangunnya upaya pemberantasan korupsi di lingkungannya. Di tahun 2017 ini, anugerah tersebut diberikan kepada dua individu berintegritas dan dinilai berhasil melakukan inovasi dalam sektor pelayanan publik dan birokrasi pemerintah, yaitu Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi.

Ketua Dewan Pengurus Harian Perkumpulan BHACA, Natalia Soebagjo menyampaikan bahwa tantangan yang dihadapi keduanya untuk mempertahankan integritas pribadi serta membangun sistem tata kelola yang baik di lingkungan mereka, walaupun dalam skala berbeda, sama beratnya. Di mana saja, melawan arus memerlukan keberanian dan mengandung resiko. Niat untuk melakukan perubahan, keberanian untuk melaksanakannya dan hasil nyata yang telah dicapai perlu kita akui dan hargai. Bagaimanapun juga perubahan besar yang dicita-citakan harus diawali dengan langkah nyata pertama dan berawal dari diri sendiri. Ia berharap keduanya bisa terus jadi panutan dan sistem yang mereka bangun menjadi landasan kokoh untuk selangkah demi selangkah membangun Indonesia yang bersih.

Anugerah BHACA ini, dianggap Heru Pambudi bukan hanya merupakan capaian individu, melainkan hasil kerja keras seluruh jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang tidak pernah berhenti berjuang. Berjuang untuk perubahan, ke arah yang makin baik. Anugerah ini juga merupakan salah satu bentuk pengakuan masyarakat terhadap perubahan yang terjadi di Bea Cukai.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai lahir dari rahim perjuangan. Tanggal 1 Oktober 1946, merupakan tonggak awal di mana posisi Bea Cukai semakin diperhitungkan untuk dapat membantu menjalankan kemerdekaan negara. Saat itu, pemerintah berharap dengan terbentuknya Pejabatan Bea Cukai secara resmi dapat meningkatkan penerimaan negara untuk mendanai perjuangan yang masih terus bergejolak pasca kemerdekaan.

Semangat perjuangan pula yang memungkinkan Bea Cukai dapat bangkit setelah Inpres Nomor 4 Tahun 1985. Pimpinan Bea Cukai saat itu tidak ciut nyali karena kewenangannya dikebiri, mereka nekat melakukan operasi pemberantasan penyelundupan berkedok Inpres 4/1985. Selanjutnya, pembenahan di tubuh Bea Cukai terus dilakukan. Deregulasi dan debirokratisasi dimulai dengan penerapan Customs Fast Release System di tahun 1990. Kemudian, masih dalam semangat berbenah diri, di tahun 1995 disahkan Undang-Undang Kepabeanan dan Cukai.

Momentum reformasi di tahun 1998 pun turut membawa perubahan di tubuh Bea Cukai, saat itu Bea Cukai diberikan kepercayaan untuk menjadi penggerak utama dalam upaya integrasi sistem penanganan dan penyelesaian impor ekspor melalui sistem INSW. Tahun 2007, Bea Cukai membentuk Tim Percepatan Reformasi untuk mengawal reformasi kepabeanan dan cukai, yang menghasilkan pembentukan kantor-kantor pelayanan utama yang modern. Tidak hanya itu, modernisasi kantor dilanjutkan dengan pembangunan kantor-kantor tipe madya dan pratama hingga tahun 2013. Melalui tim ini pula, amandemen Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, hingga Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan dan nasional, berlanjut pada program Transformasi Kelembagaan.

Perjalanan reformasi Bea Cukai tidak berhenti di situ. Untuk terus menjaga semangat perubahan, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mencanangkan Tim Penguatan Reformasi Kepabeanan dan Cukai (PRKC) di akhir Desember 2016. Berbagai program yang inovatif diciptakan untuk memenuhi tuntutan masyarakat agar Bea Cukai dapat menjadi institusi yang kredibel dan dapat dipercaya. Semangat reformasi tersebut juga ditujukan untuk dapat memberantas perdagangan ilegal, menciptakan praktik layanan yang bebas pungutan liar dan korupsi, serta meningkatkan kepuasan pengguna jasa.

Program ini memberi bobot yang besar pada penguatan area integritas, budaya organisasi, dan kepemimpinan. Perhatian dan dukungan untuk reformasi Bea Cukai diberikan oleh Presiden RI dan Menteri Keuangan RI beserta jajarannya, termasuk kaitannya dengan program sinergi dengan Ditjen Pajak. Dalam Program Penertiban Importir Berisiko Tinggi (PIBT), Bea Cukai bekerja sama dan mendapat dukungan dari KPK, Polri, TNI, Kejaksaan Agung, Kantor Staf Kepresidenan, PPATK, dan Kementerian dan Lembaga lain yang dimulai sejak deklarasi bersama pada 12 Juli 2017 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan para pemimpin aparat penegak hukum tersebut di atas.

Selain itu, Bea Cukai juga membangun pola komunikasi yang konstruktif dengan berbagai asosiasi dan para pelaku usaha dalam rangka meningkatkan kinerja Bea Cukai dan perekonomian Indonesia. Area kunci lain yang mendapat perhatian dalam Program PRKC adalah optimalisasi penerimaan, penguatan fasilitasi, serta pelayanan dan efektivitas pengawasan. Program yang meliputi 19 inisiatif strategis, 88 program terobosan, dan lebih dari 650 rencana aksi ini berlaku serentak di 16 Kantor Wilayah dan 3 Kantor Pelayanan Utama. Bea Cukai melakukan piloting pengendalian titik rawan integritas dan spot check pada kantor Bea Cukai strategis, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Bogor, Cikarang, Pasuruan, dan Malang.
 
Pengawasan melekat berbasis Automated Monitoring Tools (AMT) dan melakukan penindakan kepada 30 pegawai yang melakukan pelanggaran dengan menjatuhkan hukuman disiplin. Untuk lebih meningkatkan program pengendalian, Bea Cukai mengadakan training of trainer di level pimpinan guna penerapan sistem coaching, mentoring, counselling. Bea Cukai menjalin program sinergi dengan Ditjen Pajak yang meliputi joint analysis dan audit, intensifikasi, dan ekstensifikasi, dan integrasi proses bisnis. Dari kerja sama ini, telah dilakukan pemblokiran atas 674 pengguna jasa.

Pasca deklarasi 12 Juli 2017, dari aspek fiskal terjadi peningkatan tax-base sekitar 56 persen, dan dari aspek-aspek yang lebih makro terjadi pertumbuhan industri kecil dan menengah dalam negeri sekitar 30 persen. Bea Cukai dan Ditjen Pajak juga membentuk single identity and business profile dengan menyatukan Nomor Identitias Kepabeanan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) mulai 6 Maret 2017 sehingga mempercepat pelayanan registrasi, memberikan perlakuan yang proporsional terhadap pengguna jasa berdasarkan tingkat kepatuhan, dan mendorong kemudahan berusaha bagi pelaku bisnis. Single identity ini juga diharapkan dapat membentuk single business profile yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh Kementerian atau lembaga lain terkait untuk melakukan integrasi data.

Melalui program yang membawanya meraih anugerah BHACA, Heru berharap seluruh jajaran Bea Cukai, instansi-instansi lainnya yang terlibat, dan masyarakat usaha dapat menjalankan program ini dengan penuh totalitas dan integritas untuk menciptakan perekonomian Indonesia yang sehat dan menyokong tumbuhnya industri dalam negeri yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

“Saya sangat menyadari bahwa perjalanan reformasi Bea Cukai yang sekarang saya pimpin ini masih panjang. Masih banyak tantangan dan pekerjaan  besar yang harus dihadapi atau diselesaikan. Dan itu tidaklah mudah. Butuh konsistensi dan endurance, juga support dari berbagai pihak. Namun, saya yakin bahwa reformasi Bea Cukai akan berhasil mencapai tujuannya. Pemberian anugerah BHACA ini adalah suatu pengakuan atas apa yang telah Bea Cukai lakukan. Di sisi lain, anugerah BHACA ini juga kami maknai sebagai sebuah amanah kepada kami dan seluruh jajaran Bea Cukai untuk memastikan bahtera reformasi yang telah terkembang itu sampai ke tujuannya. Yakni, Bea Cukai yang benar-benar  profesional, amanah/terpercaya, dan dicintai masyarakat,” ujarnya.