Berkenalan Lagi dengan Pancasila
Jika tidak menyisihkan waktu dan pikiran untuk memaknai, sejarah memang nampaknya tidak terlalu menarik. Sejarah nasional kurang menjadi pembahasan yang diminati masyarakat, khususnya orang muda.
Walaupun tidak terang-terangan dipromosikan, semboyan “hiduplah hanya di masa sekarang!” sudah menjadi bagian yang tidak bisa lepas dari praktik kehidupan. Padahal, jika mencoba melihat ke belakang, sejarah seringkali telah memberikan pondasi yang kuat bagi bangsa untuk mencapai tujuannya
Saat ini, orang-orang berlari sangat cepat, hendak mencapai sebuah utopia yang berbeda-beda, menginginkan ini dan itu. Tidak masalah, cita-cita dan keinginan itu penting adanya bagi pertahanan hidup seorang manusia. Jika tidak punya mimpi dan tujuan, siap-siap digerus seleksi alam.
Namun, sering kelihatan kontras dengan utopia impian kebanyakan orang, Pancasila seakan terus “tertinggal” di belakang. Tapi, jika mau sejenak berhenti, kita bisa coba mundur dan bertanya. Pancasila yang diam di tempat dan kita bergerak lurus ke depan, atau sebenarnya kita dan Pancasila sama-sama terus bergerak namun menuju arah yang berlawanan?
Lalu, masihkah Pancasila bersentuhan dengan kita saat ini?
Nippon terdesak.
Asia Pasifik jadi salah satu titik pertempuran dan perang dunia ke-2 membuat Jepang mulai kewalahan. Peristiwa Pearl Harbour menjadi alasan kuat bagi sekutu untuk membalas dendam pada Nippon. Dalam keadaan terdesak, panik merebak, kekalahan pun sudah bisa ditebak.
Tentu saja Nippon kuatir Indonesia jatuh pada sekutu. Untuk mengambil hati rakyat, mau tidak mau penjajah menjanjikan “kemerdekaan yang sesungguhnya”. Kenapa tanda petik dua (“”) muncul pada kalimat sebelumnya?
Ada janji yang pernah diingkari. Pembela Tanah Air atau yang biasa disebut dengan PETA, merupakan organisasi militer buatan Nippon yang terkesan berempati pada rakyat Indonesia. Nippon melatih para pemuda secara militer dengan iming-iming sebuah kemerdekaan di masa yang akan datang. Agenda yang terselubung adalah sebaliknya. Organisasi ini merupakan salah satu strategi Nippon untuk menang dalam perang Asia Timur Raya dalam perang dunia ke-2.
Kabar kemerdekaan tak kunjung datang, organisasi ini melancarkan pemberontakan. Oleh karena itu, demi mempertahankan Indonesia dari rampasan musuh, Nippon memilih untuk membentuk BPUPKI yang dirancang untuk mempersiapkan kemerdekaan bagi Indonesia.
Walaupun baru rampung pada tanggal 22 Juni 1945 melalui sidang Panitia Sembilan yang menghasilkan dokumen Piagam Jakarta, tanggal 1 Juni 1945 patut menjadi momentum bersejarah. Pasalnya, tanggal tersebut merupakan saat pertama kalinya kata “Pancasila” diumumkan oleh Soekarno di sebuah sidang BPUPKI.
Saat ini, Pancasila memiliki 45 butir-butir yang menjadi pedoman praktis dalam mempermudah dalam memahami dan mengamalkan Pancasila. Tidak banyak yang mengetahui perubahan jumlah butir-butir ini. Namun, sewaktu mencoba untuk melihat kembali 45 butir tersebut, Penulis menyadari bahwa di masa-masa merebaknya Covid-19 ini Pancasila menjadi landasan bagi Negara untuk melakukan segala macam usaha dalam pemulihan Indonesia dari segala macam aspek.
Setiap sila luhur adanya, berfungsi untuk saling melengkapi. Bukan hanya cantik dalam pemilihan diksi, namun juga memikat dalam substansi. Sebagai dasar Negara yang menjunjung tinggi nasionalisme, Pancasila tidak sama sekali menunjukkan tendensi untuk menjadi bangsa yang sauvinis, malah menganggap diri menjadi bagian dari seluruh umat manusia, namun tidak pernah melupakan keadilan bagi kesejahteraan rakyatnya.
Segala macam mimpi luhur dan bijaksana para pendiri bangsa ini tercantum dalam butir-butir Pancasila. Dan lihatlah, perjuangan mereka hingga saat ini masih relevan. Indonesia belum bisa berhenti. Kita harus masih berjuang terhadap saudara-saudara yang saat ini terdampak cukup parah terhadap Covid-19. Pancasila menjadi pemersatu kita, alasan yang cukup bagi kita untuk menolong mereka dengan apapun yang kita dapat usahakan.
Hari ini kita berkenalan lagi dengan Pancasila, sebagai rakyat Indonesia yang telah berjuang dan memilih bertahan di tengah badai. Di masa sekarang ini cara pandang kita terhadap Pancasila sudah seharusnya semakin dalam dan jauh lebih diperbaharui.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan, keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya menjadi latar belakang kita untuk tetap saling menjaga. Mari jadikan Pancasila sebagai pemersatu yang menggerakkan hati dan tangan kita untuk mengusahakan yang terbaik bagi kemajuan bangsa.
Jika hingga saat ini memang mimpi kita masih sama luhurnya dengan para pendiri bangsa, kita pasti setuju bahwa Pancasila masih relevan hingga detik ini.