Menkeu Sri Mulyani Terima Gelar Kehormatan dari Sultan Tidore, Ini Kisahnya

Ternate (13/03/2018) – Dalam perjalanan kerjanya ke Ambon dan Ternate, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan rombongan berkesempatan mengunjungi Tidore, dimana ia dianugerahkan gelar kehormatan oleh Sultan Tidore. Berikuti kisah perjalanannya.

Kamis, 8 Maret 2018, nampaknya adalah hari yang berkesan bagi Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Seusai mengisi Kuliah Umum di hadapan ribuan civitas akademika Unkhair Ternate, ia berlayar di Selat Maitara dari Pelabuhan Ahmad Yani Kota Ternate menuju Pelabuhan PLTU Tidore, dengan menumpang Kapal Patroli Bea Cukai, BC 30007, yang didatangkan dari Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Pantoloan.

Beberapa saat setelah kapal bersandar di Pelabuhan PLTU, dan ia turun ke dermaga, seorang remaja perempuan berlari menyambutnya, sambil berteriak, “Ibu Menteri… Tidak saya sangka Ibu bakal menginjak tanah Tidore ini!”

Kedatangan Sri Mulyani disambut oleh ratusan orang anggota keluarga Kesultanan Tidore, Pemkot Tidore Kepulauan (Tikep), dan masyarakat Tidore. Dipandu petugas dari Kesultanan Tidore, Sri Mulyani menjalani prosesi adat Joko Hale, yaitu prosesi adat menginjak tanah. Maknanya adalah memperkenalkan tanah negara Tidore. Prosesi tersebut diperuntukkan bagi tamu-tamu negara.

“Setiap melewati kelurahan, petugas Dinas Pariwisata menjelaskan kepada saya dan rombongan akan hal-hal spesial di daerah itu. Misalnya, Kelurahan Ome mempunyai sebuah pondok pesantren yang merupakan pesantren pertama yang dibangun di Pulau Tidore. Pendiriannya digagas oleh Gubernur Maluku Utara, KH. Abdul Gani Kasuba, Lc. Lalu, di Kelurahan Mareku terdapat sebuah monumen yang pada tahun 1946 bendera merah putih pertama kali dikibarkan di Indonesia Timur di tempat itu. Penjahit bendera Merah Putih saat itu adalah Nenek Aminah yang masih hidup sampai saat ini. Selanjutnya, di Kelurahan Bobo warganya mempunyai ciri-ciri fisik seperti masyarakat Papua. Memang sejarahnya nenek moyang masyarakat Papua tinggalnya di Kelurahan Bobo,” ujar Sri Mulyani.

Sedangkan di Kelurahan Toloa, lanjutnya, tersimpan sejarah dimana Istana Kesultanan Tidore pernah berdiri di sana, disebut Istana Biji Negara yang berarti Istana Anak Negeri. Masyarakat Toloa mempunyai keahlian pandai besi dan keahlian berkebun. Keahlian-keahlian tersebut dulu diajarkan oleh Sultan Tidore kepada mereka. Di Toloa juga terdapat sebuah masjid tua yang disebut Sigi Kolano serta terdapat makam Sultan Ciliriyati.

“Kota Tikep juga mempunyai pantai-pantai yang indah. Salah satunya ada di Tanjung Seli yang airnya sangat jernih. Pantainya menjadi spot menarik untuk kegiatan menyelam (diving) dan snorkeling. Biota lautnya sangat indah dan kaya akan gurita serta walking shark. Di tengahnya terdapat pemandangan Pulau Mare yang merupakan pulau penghasil gerabah. Sejarahnya, keahlian pembuatan gerabah di Pulau Mare yang mengajarkan juga Kesultanan Tidore.

Istana Kesultanan Tidore sekarang berada di Kelurahan Soa Sio, disebut Kadato Kie, yang berarti Istana di Pegunungan. Lambangnya dinamai Limau Duko, yang berarti Negeri Bergunung Api,” kenangnya.

Setibanya di Kadato Kie Kesultanan Tidore, Sri Mulyani disambut oleh keluarga besar Kesultanan Tidore. Prosesi adat penganugerahan gelar kehormatan kepada Menkeu dipimpin langsung oleh Sultan Tidore ke-37, Yang Mulia Haji Husain Sjah. Pada momen bersejarah tersebut Sri Mulyani dianugerahi gelar kehormatan “Ngofa Bangsa Maguraci”, yang bermakna puteri bangsawan terbaik. Kemudian Sultan Tidore menyerahkan Surat Keputusan Penganugerahan Gelar Kehormatan kepada Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Prosesi tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa oleh Imam Masjid Kesultanan dan ditutup dengan pemberian ucapan selamat oleh seluruh hadirin.

Dalam sambutannya, Sultan Tidore Yang Mulia Haji Husain Sjah menerangkan sejarah panjang Kesultanan Tidore. “Salah satu putra terbaik Tidore adalah Sultan Nuku yang memerintah selama 27 tahun, namun selama 25 tahun tidak pernah berada di dalam istana. Sultan Nuku hidup di atas lautan atau di hutan-hutan demi berjuang menegakkan kedaulatan dan mengusir penjajah dari nusantara. Tidore juga mempunyai pahlawan bernama Tuan Guru Abdullah Qaadi Abdus Salam yang oleh penjajah dibuang ke Capetown, Afrika Selatan. Tuan Guru sangat menginspirasi rakyat Afrika Selatan meraih kemerdekaannya. Maka sekeluar Nelson Mandela dari penajra, ia memberikan gelar pahlawan kepada Tuan Guru. Hari ini, Menteri Keuangan Afrika Selatan yang bernama Ebrahim Patel adalah cucu ke-6 Tuan Guru Abdullah Qaadi Abdus Salam, putra dari Tidore,” jelasnya.

Tidore, Yang Mulia Haji Husain Sjah menambahkan, adalah kesultanan yang berkontribusi menyerahkan wilayah kekuasannya seluas sepertiga Indonesia untuk bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dua kali Presiden Soekarno datang ke Tidore dan menajnjikan akan memberikan keistimewaan kepada Kesultanan Tidore, tapi belum sempat keistimewaan itu diberikan, Presiden Soekarno telah wafat. “Gubernur pertama Papua adalah Sultan Tidore ke-35, Sultan Zainal Abidin Sjah. Waktu itu namanya Provinsi Irian Barat Perjuangan dengan ibukota berkedudukan di Soa Sio, Tidore.”

Atas gelar kehormatan yang diterimanya, Sri Mulyani menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih yang telah diberikan Kesultanan Tidore. Menkeu berpesan supaya anak cucu bangsa Indonesia tidak lupa akan sejarah. “Tidak banyak yang bisa saya sampaikan. Apa yang saya dengar sangat mengharukan. Pesan-pesan Sultan merupakan kewajiban dan tanggung jawab saya,” tuturnya.